SINOPSIS BUKU THE J CURVE; Strategi Memahami Mengapa Bangsa – Bangsa Berjaya Dan Jatuh
Buku
yang ditulis oleh Ian Bremmer ini menjelaskan mengenai konsep ketahanan sebuah
negara dengan mengambil dua variable yaitu kestabilan dan keterbukaan negara –
negara melalui sebuah kurva yang dinamai kurva J. Kurva J ini adalah sebuah
kurva yang bentuknya mirip huruf J. kurva ini menjadikan sumbu vertical sebagai
ukuran kestabilan dan sumbu horizontal sebagai ukuran keterbukaan. Keterbukaan
berkaitan dengan bagaimana suatu negara selaras dengan arus globalisasi yang
ada serta bagaimana aliran informasi dan gagasan didalam batas –batas sebuah
negara. Kestabilan berbicara tentang kemampuan suatu negara bertahan terhadap
guncangan – guncangan dan kemampuannya untuk tidak membuat guncangan.
Kurva
J menggambarkan ada negara – negara yang stabil karna tertutup dan juga negara
– negara yang stabil karna terbuka. Jika negara – negara yang stabil karna
tertutup akan mencoba menjadi negara yang stabil karna terbuka maka negara
tersebut mau tidak mau harus melewati proses ketidakstabilan yang cukup kritis.
Dalam hal kestabilan, demokrasi bukanlah menjadi factor penentu stabilnya
sebuah negara. Misalnya saja ketika pemilihan, Turkmenistan yang otoriter
dianggap lebih stabil dibanding Taiwan yang demokratis. Proses pemilihan
menimbulkan guncangan di Taiwan, sementara di Turkmenistan manipulasi
terang-terangan terhadap hasil pemilihan presiden bahkan hampir tidak
menghasilkan riak karna hal itu sudah dianggap hal yang wajar bagi masyarakatnya.
Bremmer memetakan negara-negara yang stabil dengan ketertutupannya berada
di ujung kiri kurva J. Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Juang II, Kuba di
bawah Castro dan Irak di bawah kepemimpinan Saddam Husein. Negara – negara ini menurut
bremmer adalah negara otoriter yang terkonsolidasi. Pemimpinnya membuat
ketidakstabilan di luar negeri untuk mempertahankan kestabilan di dalam negeri.
Misalnya Saddam Husein yang menolak kerjasama untuk mematuhi resolusi
Perserikatan Bangsa Bangsa. Sementara Korea Utara menutup diri dari akses dengan pihak luar dan
terus berupaya sekuat tenaga mempertahankan kestabilan semu di dalam negeri
sendiri. Korea Utara memiliki peluru kendali dan pusat militerisasi terkuat
sedunia. Cadangan nuklir yang mereka miliki juga turut memperburuk
ketidakstabilan internasional.
Rezim – rezim yang tertutupmenghabiskan sebagian besar sumber daya mereka
untuk membangun “sistem kekebalan ideologis” dengan mempertahankan isolasi negerinya
dari dunia luar. Kemajuan teknologi dan alat komunikasi membuat negara – negara
ini kesulitan mengisolasi warganya dengan sempurna dari arus informasi dunia luar.
Negara – negara seperti Iran, Arab Saudi dan Rusia walaupun juga menganut sistem
yang sifatnya otoriter berpotensi menjadi tidak stabil dikarenakan lebih terbuka
terhadap dunia luar dibanding tiga negara sebelumnya.
Afrika Selatan dan Yugoslavia merupakan negara yang berada di titik
paling rendah Kurva J. Keduanya memasuki titik paling rendah pada kurva J dalam
setengah dasawarsa yang sama. Afrika Selatan berhasil selamat berada di sisi
kanan kurva, sementara Yugoslavia terjerumus dalam peperangan. Sangat sulit
menemukan pemimpin yang mampu menjadikan Yugoslavia menuju kestabilan.
Militerisme Milosevic semakin memicu kekuatan-kekuatan sentrifugal yang menarik
Yugoslavia ke berbagai arah. Sementara otoritas politik dan moral Mandela di
Afrika Selatan diakui secara luas, sehingga berbagai kelompok ras, suku dan
etnis yang berbeda bersedia bersatu dalam proyek bersama.
Bagian kanan kurva tentunya menunjukkan kestabilan setiap negara dengan
konsep keterbukaannya terhadap berbagai pengaruh luar baik dalam hal politik,
ekonomi, sosial dan kultural. Negara-negara ini secara hukum juga mengabadikan
perlindungan atas hak-hak warga negara dan hak asasi manusia. Lembaga-lembaga
pemerintahannya yang saling independen terhadap yang lain juga memperkuat
stabilitas negara itu.
Menurut Bremmer, negara-negara Turki, Israel dan India termasuk berada dibagian
kanan kurva J. Masyarakat di negara-negara ini memiliki banyak kesamaan yang
mendasar. Mereka merupakan masyarakat yang dinamis, modern, sudah terbiasa
dengan ekonomi pasar, demokrasi partai dan perubahan. Sangat berbeda dengan
negara-negara di bagian kiri kurva yang sangat enggan dengan konsep
kewirausahaan maupun ekonomi yang membangun kerakyatan.
Sehingga dalam analisis sederhana memberi gambaran bahwa perjalanan
kurva semestinya terus mengalami perubahan, hanya saja negara-negara yang
membiarkan dirinya larut dalam kestabilan yang menutup diri sesungguhnya kurang
memberi definisi secara utuh terhadap kemajuan bangsa. Akan tetapi lebih
menunjukkan keterbatasan gerak suatu masyarakat atas nama kestabilan, dengan
bahasa lain semua masyarakat dalam bagian kurva kiri seakan - akan direkayasa
untuk menutup mata dari melihat dunia secara nyata dan penuh inspirasi.
Sementara dalam bagian kanan kurva, menggambarkan adanya keterbukaan
kepemimpinan untuk memberi pemahaman yang luas tentang pentingnya melihat
keragaman secara luas. Namun, eksistensi negara-negara tersebut baik dalam
bagian kiri kurva maupun bagian kanan kurva pasti akan terus mengalami
perubahan, semestinya setiap pemimpin dengan bijaksana merekayasa dinamika
bangsa semata-mata untuk kemaslahatan manusia secara nyata, bukan dengan
manipulasi dan sebatas mempertahankan kekuasaan yang diktator.
Konsep kurva J sesungguhnya bukan mengukur tentang demokrasi tapi
bagaimana proses kestabilan dan keterbukaan suatu negara. Dubai dan Singapore
turut memperkenalkan konsep kepemimpinan otoriter yang berhasil mengalami
keterbukaan dalam tataran gagasan, informasi dan kemajuan dengan pihak luar,
namun mereka juga masih utuh mempertahankan kestabilan dan kemakmuran bagi
masyarakatnya. Sehingga, rezim otoriter ini juga cukup membuktikan bahwa
situasi sosial, politik dan ekonomi mereka dapat melakukan transisi yang sukses
dari bagian kiri ke bagian kanan kurva J tanpa ketidakstabilan yang mencapai
krisis. Pemerintah mereka tahu dapat menganut keterbukaan tanpa takut menjadi
tidak stabil.
Bremmer menempatkan negara Cina sebagai negara dengan posisi yang
dilematis. Cina tetap berada di bagian kiri kurva J, karena pemerintahannya
dikuasai partai tunggal, partai komunis Cina. Namun partai ini telah membuka
perekonomian Cina bagi investasi langsung dari luar negeri, dan negara itu
telah bergabung dalam World Trade Organization. Cina mencoba membungkus
penindasan politik dengan ketebukaan ekonomi. Namun jauh lebih mudah mengelola
beberapa juta warga dengan pendapatan bersaing dengan Eropa Barat paling
kaya daripada mencoba mengendalikan 1.3 miliar orang, dengan ratusan juta di
antaranya masih hidup dalam kemiskinan. Semua perubahan ini telah mengantarkan
liberalisasi dan menaikkan kemakmuran, baik di dalam negeri Cina maupun di
seluruh Asia Timur. Reformasi ekonomi Cina menggambarkan upaya partai untuk
merekayasa perpindahan dari bagian kiri ke bagian kanan kurva J tanpa jatuh ke
dalam kekacauan politik.
Amerika sebagai negara adidaya semestinya terus melakukan
analisa-analisa dalam menentukan kebijakan secara menyeluruh. Hal ini karena
ketidakterbukaan negara-negara di bagian kiri kurva J tentu juga disebabkan
gerakan yang anti Amerika dan sikap kecurigaan yang berlebihan dengan kekuasaan
Amerika. Sehingga, Amerika benar-benar membutuhkan kebijaksanaan tidak hanya
melanggengkan posisi adidaya tapi bagaimana mewujudkan kestabilan yang merata
atau paling tidak mengupayakan pergeseran pada bagian-bagian kurva.
Bremmer dalam buku ini cukup menggambarkan dinamika dan persoalan di
negara-negara yang berada di bagian kiri maupun bagian kanan kurva J yang
tentunya sangat berbeda-beda. Kurva J memberikan banyak pelajaran berharga
tentang betapa pentingnya stabilitas dan keterbukaan untuk menjadi negara di
bagian kanan kurva J yang terus menanjak ke arah kemajuan. Pada dasarnya semua
negara-negara di dunia mengakui bahwa kestabilan jangka panjangnya akan sangat
bergantung pada kemakmuran rakyat dan mengakui bahwa kompromi dengan
keterbukaan harus dibuat guna mendapatkan dan mempertahankan kemakmuran dunia
masa kini.
Komentar
Posting Komentar